2/27/2015

Ulangan

Seorang teman pernah bertanya: kalau sedang mengawas ujian, saya jadi sosok pengawas yang bagaimana. Minggu ini sudah masuk pekan ulangan harian. Saya membuat sendiri soal-soal yang akan diujikan di kelas yang saya ajar, disesuaikan dengan materi yang pernah saya ajarkan. Tingkat kesulitannya bervariasi, ada soal yang mudah dan sangat mudah (bagi saya, hehe). Saya serius, saya sama sekali gak memasukkan soal-soal non-rutin ke lembar soal ulangan. Semuanya sudah pernah dibahas saat latihan, hanya berbeda angka dan struktur kalimatnya. Tapi anak-anak kok kesulitan ya :( Di situ kadang saya..... *Plaak* (Digampar Batman)

Saya tidak menegur siswa yang bekerja sama. Saya juga menjawab beberapa pertanyaan siswa yang mengaku lupa cara mengerjakan soal tertentu. Saya bahkan tidak segan memberikan clue untuk beberapa soal jika anak banyak bertanya untuk soal tersebut. Saya tahu itu sedang ulangan, tapi saya sangat menghargai usaha mereka yang mau mengerjakan dan menyelesaikan semua soalnya. Apalagi saya yakin mereka pasti belajar sebelumnya, walaupun kebut semalam yang berakibat terkena serangan mendadak lupa saat membaca soal (karena seringkali saya begitu, hehe). Jadi saya pikir, apa gunanya jadi pengawas yang galak? Toh, kalau nilai anak-anak jelek, saya juga yang repot. Harus memberikan remedial atau tugas tambahan, lalu memeriksanya lagi, lalu mengakumulasikan dengan nilai lama, ah.. pekerjaan yang berlipat ganda dan merepotkan. Lagipula, mereka belajar bukan hanya mata pelajaran saya. Apa hak saya menuntut mereka untuk mahir dalam pelajaran tertentu? (Hehe, bijak sekali, Bu. Anda seperti yang merasakan sekali susahnya jadi siswa SMA)

Tapi kadang saya... *Batman mulai siap-siap* saya dilema..
Saya sempat kepikiran memperbolehkan open book pada 10 menit terakhir. Itu sungguh membantu jika memang anak-anak benar-benar lupa tentang konsep tertentu. Dosen Statistika saya juga pernah melakukan hal yang sama, walaupun buat saya itu gak membantu karena saya bukan lupa konsep tapi memang tidak paham, hehe. Iya, saya sempat kepikiran, tapi urung saya lakukan. Saya merasa gak enak sama sebagian dari mereka yang sudah belajar. Nanti mereka akan bilang: “Anjiir nanaonan urang diajar sapeupeuting mun ujung-ujungna open book mah.” Gimana kalau mereka merasa usaha belajarnya tidak dihargai? Huhu.. Jadi kalau mau open book ya saya harus membuat kesepakatan sejak awal agar anak-anak tidak merasa dirugikan. (Duh, Ibu.. kali ini pasti pengalaman pribadi banget, merasa dirugiin sama ulangan open book).

Setelah waktu mengerjakan selesai, beberapa orang masih belum mengumpulkan. Saya juga dengan sabar menunggu, dengan legowo memberi tambahan waktu. Iseng saya nyeletuk ke beberapa anak yang sudah selesai dan mulai beristirahat: “Heh, temen kamu belum beres tuh. Gak dibantuin?” Lalu ada yang menjawab: “Emang boleh, Bu? Ih licik. Tau gitu tadi saya minta bantuin temen saya aja, Bu”. Lalu saya jawab lagi: “Ya tanya dulu temen kamunya mau gak bantuin, hahaha”. Saya iseng bertanya begitu, karena bagi saya tidak penting mereka mau contek-contekan atau tidak, asal yang dicontekkin gak merasa keberatan. Saya sudah tekankan, saya gak menuntut mereka mahir dalam pelajaran saya, tapi saya juga gak mau nilai mereka jelek. Karena di rapor nanti, nilai mereka harus berkisar antara 80-90. Kalau nilai ulangan harian macam ini mereka jelek, rapor nanti nilai dari mana? Nilai ghoib?

Bicara tentang nilai ghoib, saya gak mau memberikan nilai ghoib kepada siswa-siswa saya. Nilai ghoib itu merugikan, saya korbannya. Meurut saya, nilai matematika saya di kelas 2 dan 3 SMA adalah nilai ghoib. Saya mendapat nilai tinggi padahal saya tidak pernah merasa ulangan atau mengerjakan tugas. Dan nilai ghoib itulah (salah satunya) yang meluluskan saya masuk ke departemen Pendidikan Matematika ini dan terjebak selama 4 tahun, Hahaha. (Gak atuh, ini namanya takdir yang indah dan mesti disyukuri :D )

Lagipula, sampai sekarang saya tidak tahu bagaimana menciptakan nilai ghoib. Yang saya pelajari selama kuliah hanyalah mengakumulasikan skor-skor tugas, nilai harian, UTS, dan UAS untuk menjadi nilai akhir. Mungkin nanti saya harus belajar dengan guru-guru senior yang sudah berpengalaman di lapangan, #eh hehehe.

#PPLday9

No comments:

Post a Comment

komentar capruk anda akan muncul setelah dimoderasi admin :)