2/03/2015

Mengajar = Belajar

Jika belajar subset dari mengajar, dan mengajar subset dari belajar, maka belajar = mengajar. Kurang lebih begitu yang pernah saya pelajari di kelas.



pict from google

Belajar dan mengajar memang saling subset. Baru saya sadari hari ini, tepatnya ketika baru saja berniat menuliskannya di sini. Baru terpikir oleh saya kalau selama ini ketika saya mengajar justru saya banyak belajar. Dulu, saya pernah mengajari seorang anak SD kelas 1 yang belum bisa membaca. Ya, saya ini mahasiswa jurusan pendidikan matematika, bukan pendidikan guru sekolah dasar. 

Harus saya akui, dan saya yakini sejak dulu, bahwa menjadi guru SD jauh lebih susah ketimbang guru SMP atau SMA. Anak SMP, sekali ditegur ya nurut. Kalo anak SD, ditegur langsung kabur. Makanya saat dapat tawaran mengajar privat Apin, begitu saya memanggilnya, sudah kebayang tantangan saya ke depan bakal kayak gimana. Dan tahu apa yang saya ajar ke dia? Membaca. Ya, dia belum bisa membaca sama sekali. Huruf-huruf saja masih belum hafal, apalagi menuliskannya. Tidak aneh kalo Apin lebih suka mengerjakan soal-soal hitungan daripada membaca. Ya karena dia lebih mengenal angka daripada huruf. Bisa dibayangkan, saya yang sama sekali tidak pernah dapat ilmu soal bagaimana caranya mengajari anak baca, tulis, harus menjamin bahwa uang yang orangtuanya kasih ke saya tidak sia-sia. Tapi, dari situlah saya belajar. Saya mulai mengumpulkan informasi mengenai teori psikologi anak, membaca dan tanya sana-sini, bahkan saya juga mempelajari learning obstacle atau kesulitan belajar pada anak usia dini. Tidak secara mendalam, hanya sedikit-sedikit saja, yang penting saya ada ide untuk setidaknya bikin dia bertahan di ruang les selama kurang lebih 90 menit. Ya, bahkan usia segitu, boro-boro nurut buat belajar, disuruh diam aja susah.

Jadi siapa yang belajar? Gurunya atau siswanya? Kalau menyimak cerita saya barusan sepertinya jawabannya adalah dua-duanya, ya. Setahun setengah les dengan saya, Apin sudah bisa membaca dan menulis dengan lancar. Sekarang dia malah lebih senang membaca daripada berhitung. Hahaa

Itu baru satu siswa. Belum lagi siswa saya yang lain yang masing-masing punya karakter yang unik. Selain Apin, saya juga pernah mengajar siswa kelas 1 SD, Opal, begitu ia disapa. Ya, maklum lah ya, anak-anak kecil memang punya panggilan kesayangan, biasanya konsonan di awal nama dihilangkan, lalu “v” berubah jadi “p”, atau “s” berubah jadi “c” dan lain sebagainya. Waktu ngajar Opal, saya malah harus belajar main beberapa game di ipad dia. Pasalnya, dia baru mau belajar kalau kalah main lawan saya. Haha itu ide saya asal aja, dan ternyata dia setuju. Dan tahu saya mengajar apa? Saya diminta mengajar ngaji. Agaknya, saya mesti banyak-banyak istighfar akan ide asal itu -_- . Awalnya saya kalah terus. Pertemuan pertama Opal gak berhasil saya bujuk mengaji satu huruf pun. Belum lagi kakaknya Opal, Icha pangggilannya, juga gak mau belajar ngaji dan malah mengunci diri di kamar. Kakaknya lagi yang tertua, Fira, malah baru pulang sekolah semalam itu, jadi dia menolak mengaji dengan alasan capek. Alhasil malam itu saya bener-bener gabut alias gaji buta. Sepulang dari sana, saya pun mulai menyusun strategi, hehe. Setahun mengajar kakak-beradik itu, banyak sekali perubahan. Opal mulai bisa belajar tanpa pegang ipad. Icha bahkan sayang banget sama saya. Dia, yang baru kelas 4 SD dan punya 3 pembantu rumah tangga di rumahnya, selalu mengambilkan minum buat saya sendiri, tanpa meminta tolong salah satu dari “mbak” nya. Ih.. kalau saya teringat Icha, suka terharu. Dia sering memaksa saya menginap dan tidur di kamarnya. Ibunya aja gak pernah nawarin, hahaha. Padahal di awal pertemuan, dia bahkan sama sekali gak mau lihat muka saya, malah membanting pintu dan mengunci kamar dari dalam. Fira juga jadi lebih rajin belajar. Mungkin karena PR dan tugas sekolah anak-anak kekinian ini memang bikin kita kepaksa belajar tiap malam. Walaupun diantara bertiga, Fira yang paling sering bolos. Biasalah, anak ABG suka banyak urusan. Jerawatan dikit, ke dokter. Hehe.

Sekali lagi, siapa yang lebih banyak belajar? Saya yang mempelajari 3 karakter kakak beradik itu sekaligus, atau mereka yang hanya mempelajari karakter saya seorang? Dua-duanya :)

Jadi, benar kata Zen R.S bahwa anak-anak adalah guru yang baik. Seorang guru senior pun gak akan pernah berhenti belajar. Apalagi semakin pesatnya perkembangan zaman, pesat juga perubahan watak anak-anak tiap generasi. Dan buat para calon guru, gak usah takut menghadapi siswa-siswanya kelak. Toh, pengalaman akan menuntun kita untuk jadi lebih baik terus ke depannya. Akhir kata, saya ucapkan selamat PPL :)) #PPLday2

No comments:

Post a Comment

komentar capruk anda akan muncul setelah dimoderasi admin :)