Akhh.
Rasanya selalu ingin teriak kalo (lagi-lagi) bahas pembagian lokasi KKN.
Pendaftaran secara online baru dibuka
pukul 16 sore. Saya yang sadar betul punya kamar yang susah nangkep sinyal,
beres kuliah pukul 15.30 langsung cari lokasi santai buat online. Dan akhirnya saya pun memutuskan untuk ke PKM, tepatnya ke
sekre Unit Pers Mahasiswa. Di situ ada Melly dan Farid, anggota UPM yang juga
mengontrak KKN semester ini. Waktu masih menunjuk pukul 15.50 dan website KKN
masih belum bisa dibuka. Sedang di luar sekre, masih di gedung PKM, puluhan
mahasiswa dari berbagai jurusan juga tengah memantengi laptopnya masing-masing,
bersiap meng-klik lokasi yang diinginkan segera setelah pendaftaran dibuka.
Mereka benar-benar awas, saya melihat mereka ketika keluar sekre untuk ke
toilet. Entah kenapa di saat-saat seperti ini saya malah ingin pipis.
Sebelum
pergi saya sempat menitipkan laptop beserta akun saya kalau-kalau website
tiba-tiba terbuka. Saya titipkan juga list beberapa tempat yang sudah saya buat
dari jauh-jauh hari yang rata-rata bertempat di Kota Bandung. Ya, rasanya berat
sekali meninggalkan hiruk-pikuk kota ini buat KKN sekali pun. Bandung
pundi-pundi hidup saya, sering saya rela tidak liburan hanya untuk mengajar
sana-sini demi uang saku, hehehe. Apalagi untuk hal sepele seperti KKN, yang
rasanya KKN di perkotaan tak jauh berbeda dengan di pedesaan, sama-sama bikin ripuh, sama-sama ngrepoti. Singkat cerita, pergilah saya ke toilet. Buat jaga-jaga,
saya membawa hp pintar saya turut serta.
Benar
saja. Beberapa detik setelah saya masuk toilet, terdengar ricuh di luar. Saya
langsung mengecek akun KKN saya lewat smartphone
dan SHIIIIT. Lemot banget loadingnya. Buat yang belum tau, penempatan lokasi
KKN memang berebut antar ribuan mahasiswa yang saat itu mengontrak. Siapa
cepat, dia dapat. Tapi rupanya, hal tersebut tidak berlaku buat beberapa
mahasiswa. Beberapa bukan hanya satu, dua, tapi puluhan, saya rasa. Ya, ada
gratifikasi lokasi KKN. Kok bisa?
Bisa
dong. Isu ini sudah saya dengar sejak di semester pertama. Ketika itu saya
sudah bergabung dengan salah satu UKM kepenulisan di kampus. Saat itulah saya
tahu bahwa ternyata mahasiswa-mahasiswa dari kalangan tertentu punya “jatah”
lokasi KKN. Saya tidak perlu menyebutkan siapa dan dari kalangan apa mereka,
karena ini sudah menjadi rahasia umum. Kenapa saya tahu dan begitu yakin?
Isu
ini bukanlah sekadar kabar angin. Buktinya memang ada. Bahkan, beberapa
mahasiswa dari kalangan tersebut mengakui tanpa merasa ada yang salah. Dengan
berlaga bak pahlawan di abad 20, beberapa hari sebelum dibukanya pendaftaran,
ia datang pada kami (mahasiswa biasa, mahasiswa bukan siapa-siapa) dan berkata
“Jangan pilih lokasi A, B, C ... (menyebutkan beberapa lokasi KKN) karena itu
sudah diboking kami. Daripada kalian buang waktu, mending langsung pilih lokasi
lain biar gak direbut orang...” Ya kurang lebih begitu katanya. Mungkin ia
merasa maksudnya baik, memperingatkan kami bahwa lokasi-lokasi yang disebutkan
(yang kebetulah dekat kampus atau masih berada di Kota Bandung) sia-sia kalau
diperebutkan, karena tidak akan dapat. Tapi, Helooo? Are you shitting me? Malu gak sih bilang begitu? Hahaha kalo saya
sih malu dikasih gratifikasi kayak gitu. Apalagi alasannya gak sepadan dengan
mengurangi jatah puluhan mahasiswa biasa, mahasiswa bukan siapa-siapa, untuk
ditempatkan di lokasi tersebut.
Gak
semua. Memang gak semua mahasiswa dari kalangan tersebut (mengakui) mendapat
gratifikasi. Tapi yaaa... Saya gak akan menyebutkan istilah #Akurapopo lagi.
Kali ini akan mengutip istilah yang baru menyeruak di kalangan barudak parahyangan:
“Da aku mah apa atuh, cuma butiran debu”
Hahahaha...
Lanjut
ke salah satu peristiwa bersejarah dalam hidup saya: rebutan lokasi KKN.
Setelah beres urusan saya di toilet tadi dan mendapati koneksi payah di hp, saya bergegas caw ke sekre. Julia,
yang sudah mengontrak KKN semester lalu langsung bersorak ketika saya datang.
Laptop saya ada di dia dan rupanya sudah tidak ada tempat di kota Bandung yang available untuk saya pilih. Bukan, ini
bukan gara-gara saya pergi ke toilet. Melly yang sejak tadi setia mantengin
komputer sekre juga mendapati hal yang sama: NOT AVAILABLE. Akkk... Sia-sia
saya membuat list tempat yang akan saya pilih karena dalam se-per-sekian detik
saja tempat tersebut sudah terisi penuh. Aaakkk. Makin hopeless aja saya ketika tempat yang tersisa berlokasi di Kab.
Subang dan Indramayu. Whaaat theee.....
Tapi,
ya sudahlah. Toh Melly dan Farid setia menemani, walaupun terpaksa karena
sama-sama tidak kebagian tempat. Iya, kami bertiga yang ada di sekre sama-sama
tidak kebagian tempat yang diinginkan. Alhasil, kami bertiga yang kebetulan
berasal dari fakultas yang berbeda memilih Kab. Subang daripada Indramayu,
dengan alasan tingkat suhunya yang lebih rendah, alias lebih adem Subang daripada Indramayu. Padahal,
lokasi Desanya sama-sama di Pantura. Saya gak paham lagi kemaren kami pake otak
yang mana hahaha.
Lepas
dari segala hingar-bingar, hiruk-pikuk pemilihan lokasi KKN, (Sumpah, itu
terlihat jelas sekali. Grup whatsapp
kelas rame sama anak-anak yang keterima di lokasi yang diinginkan, sedang
anak-anak yang terlempar jauh seperti saya cuma bisa mewek di kamar. Belum lagi keesokan harinya, LPPM dibanjiri
mahasiswa yang ngotot minta tukar lokasi KKN dengan berbagai alasan. Heuh, riweuhlah pokona). Iya, lepas dari semua
itu, saya masih happy karena keinginan saya untuk KKN bareng anak
UPM kesampean :) Well, mungkin kali
ini memang harus meninggalkan Bandung. Ninggalin janji bertemu dengan beberapa
teman lama untuk buka puasa bersama. Ninggalin ngajar privat sana-sini.
Ninggalin kemacetan jalan yang bikin nafas tersengal. Ninggalin temen-temen
baru di silat, akk pasti kangen buat sparing lagi. Well, welcome Subang! Semoga KKN kali ini gak rawan cinta lokasi :D
No comments:
Post a Comment
komentar capruk anda akan muncul setelah dimoderasi admin :)