5/15/2014

Gratifikasi Lokasi KKN


Akhh. Rasanya selalu ingin teriak kalo (lagi-lagi) bahas pembagian lokasi KKN. Pendaftaran secara online baru dibuka pukul 16 sore. Saya yang sadar betul punya kamar yang susah nangkep sinyal, beres kuliah pukul 15.30 langsung cari lokasi santai buat online. Dan akhirnya saya pun memutuskan untuk ke PKM, tepatnya ke sekre Unit Pers Mahasiswa. Di situ ada Melly dan Farid, anggota UPM yang juga mengontrak KKN semester ini. Waktu masih menunjuk pukul 15.50 dan website KKN masih belum bisa dibuka. Sedang di luar sekre, masih di gedung PKM, puluhan mahasiswa dari berbagai jurusan juga tengah memantengi laptopnya masing-masing, bersiap meng-klik lokasi yang diinginkan segera setelah pendaftaran dibuka. Mereka benar-benar awas, saya melihat mereka ketika keluar sekre untuk ke toilet. Entah kenapa di saat-saat seperti ini saya malah ingin pipis.

Sebelum pergi saya sempat menitipkan laptop beserta akun saya kalau-kalau website tiba-tiba terbuka. Saya titipkan juga list beberapa tempat yang sudah saya buat dari jauh-jauh hari yang rata-rata bertempat di Kota Bandung. Ya, rasanya berat sekali meninggalkan hiruk-pikuk kota ini buat KKN sekali pun. Bandung pundi-pundi hidup saya, sering saya rela tidak liburan hanya untuk mengajar sana-sini demi uang saku, hehehe. Apalagi untuk hal sepele seperti KKN, yang rasanya KKN di perkotaan tak jauh berbeda dengan di pedesaan, sama-sama bikin ripuh, sama-sama ngrepoti. Singkat cerita, pergilah saya ke toilet. Buat jaga-jaga, saya membawa hp pintar saya turut serta.

Benar saja. Beberapa detik setelah saya masuk toilet, terdengar ricuh di luar. Saya langsung mengecek akun KKN saya lewat smartphone dan SHIIIIT. Lemot banget loadingnya. Buat yang belum tau, penempatan lokasi KKN memang berebut antar ribuan mahasiswa yang saat itu mengontrak. Siapa cepat, dia dapat. Tapi rupanya, hal tersebut tidak berlaku buat beberapa mahasiswa. Beberapa bukan hanya satu, dua, tapi puluhan, saya rasa. Ya, ada gratifikasi lokasi KKN. Kok bisa?

Bisa dong. Isu ini sudah saya dengar sejak di semester pertama. Ketika itu saya sudah bergabung dengan salah satu UKM kepenulisan di kampus. Saat itulah saya tahu bahwa ternyata mahasiswa-mahasiswa dari kalangan tertentu punya “jatah” lokasi KKN. Saya tidak perlu menyebutkan siapa dan dari kalangan apa mereka, karena ini sudah menjadi rahasia umum. Kenapa saya tahu dan begitu yakin?

Isu ini bukanlah sekadar kabar angin. Buktinya memang ada. Bahkan, beberapa mahasiswa dari kalangan tersebut mengakui tanpa merasa ada yang salah. Dengan berlaga bak pahlawan di abad 20, beberapa hari sebelum dibukanya pendaftaran, ia datang pada kami (mahasiswa biasa, mahasiswa bukan siapa-siapa) dan berkata “Jangan pilih lokasi A, B, C ... (menyebutkan beberapa lokasi KKN) karena itu sudah diboking kami. Daripada kalian buang waktu, mending langsung pilih lokasi lain biar gak direbut orang...” Ya kurang lebih begitu katanya. Mungkin ia merasa maksudnya baik, memperingatkan kami bahwa lokasi-lokasi yang disebutkan (yang kebetulah dekat kampus atau masih berada di Kota Bandung) sia-sia kalau diperebutkan, karena tidak akan dapat. Tapi, Helooo? Are you shitting me? Malu gak sih bilang begitu? Hahaha kalo saya sih malu dikasih gratifikasi kayak gitu. Apalagi alasannya gak sepadan dengan mengurangi jatah puluhan mahasiswa biasa, mahasiswa bukan siapa-siapa, untuk ditempatkan di lokasi tersebut.

Gak semua. Memang gak semua mahasiswa dari kalangan tersebut (mengakui) mendapat gratifikasi. Tapi yaaa... Saya gak akan menyebutkan istilah #Akurapopo lagi. Kali ini akan mengutip istilah yang baru menyeruak di kalangan barudak parahyangan: “Da aku mah apa atuh, cuma butiran debu” Hahahaha...

Lanjut ke salah satu peristiwa bersejarah dalam hidup saya: rebutan lokasi KKN. Setelah beres urusan saya di toilet tadi dan mendapati koneksi payah di hp, saya bergegas caw ke sekre. Julia, yang sudah mengontrak KKN semester lalu langsung bersorak ketika saya datang. Laptop saya ada di dia dan rupanya sudah tidak ada tempat di kota Bandung yang available untuk saya pilih. Bukan, ini bukan gara-gara saya pergi ke toilet. Melly yang sejak tadi setia mantengin komputer sekre juga mendapati hal yang sama: NOT AVAILABLE. Akkk... Sia-sia saya membuat list tempat yang akan saya pilih karena dalam se-per-sekian detik saja tempat tersebut sudah terisi penuh. Aaakkk. Makin hopeless aja saya ketika tempat yang tersisa berlokasi di Kab. Subang dan Indramayu. Whaaat theee.....

Tapi, ya sudahlah. Toh Melly dan Farid setia menemani, walaupun terpaksa karena sama-sama tidak kebagian tempat. Iya, kami bertiga yang ada di sekre sama-sama tidak kebagian tempat yang diinginkan. Alhasil, kami bertiga yang kebetulan berasal dari fakultas yang berbeda memilih Kab. Subang daripada Indramayu, dengan alasan tingkat suhunya yang lebih rendah, alias lebih adem Subang daripada Indramayu. Padahal, lokasi Desanya sama-sama di Pantura. Saya gak paham lagi kemaren kami pake otak yang mana hahaha.

Lepas dari segala hingar-bingar, hiruk-pikuk pemilihan lokasi KKN, (Sumpah, itu terlihat jelas sekali. Grup whatsapp kelas rame sama anak-anak yang keterima di lokasi yang diinginkan, sedang anak-anak yang terlempar jauh seperti saya cuma bisa mewek di kamar. Belum lagi keesokan harinya, LPPM dibanjiri mahasiswa yang ngotot minta tukar lokasi KKN dengan berbagai alasan. Heuh, riweuhlah pokona). Iya, lepas dari semua itu, saya masih happy  karena keinginan saya untuk KKN bareng anak UPM kesampean :) Well, mungkin kali ini memang harus meninggalkan Bandung. Ninggalin janji bertemu dengan beberapa teman lama untuk buka puasa bersama. Ninggalin ngajar privat sana-sini. Ninggalin kemacetan jalan yang bikin nafas tersengal. Ninggalin temen-temen baru di silat, akk pasti kangen buat sparing lagi. Well, welcome Subang! Semoga KKN kali ini gak rawan cinta lokasi :D

No comments:

Post a Comment

komentar capruk anda akan muncul setelah dimoderasi admin :)