6/01/2014

Bye SPM.



 Selamat malam. Minggu-minggu SPM akhirnya (saya anggap) selesai juga. Tinggal menunggu tanda-tangan dosen pembimbing yang sedang berpelesir ke Jepang, lalu rampunglah sudah. Sekadar memberi info, pelesiran ala profesor saya itu adalah semacam kegiatan studibanding, eh masih sensi juga sama kata “studibanding”? Okelah, tak perlu dibahas.

 Jadi, minggu-minggu terakhir ini saya memang sedang merampungkan tugas membuat 4 bab makalah seminar pendidikan. Membuat makalah memang sudah menjadi santapan rutin mahasiswa, tapi yang ini beda, beda banget. Makalah ini yang nantinya (kalau di-acc) jadi bahan skripsi/TA saya. Sebenarnya, saya gak berniat melanjutkan makalah ini ke jenjang skripsi. Pertama, karena saya memilih judul makalah ini asal-asalan. Saya gak bilang asal sebut judul, saya juga melakukan research kecil-kecilan di perpustakaan. Awalnya ke tempat skripsi, tapi setelah melihat rak skripsi yang berjejer banyak dan panjang banget, akhirnya saya memutuskan masuk ke ruang tesis dan disertasi. Cuma ada 6 rak panjang bolak-balik, dan rak khusus matematika cuma 2, hehe. Alhasil berjodohlah saya dengan salah satu disertasi yang judulnya ada nama seorang filsuf, Socrates. Setelah saya baca lengkap judulnya, ternyata disertasi itu mengkaji tentang metode pembelajaran Socrates. Ada juga metode pembelajaran kaya gitu. Akhirnya, karena penasaran, saya bacalah.

 Metode pembelajaran Socrates sebenarnya termasuk metode belajar probing-prompting atau tanya-jawab. Di kelas tentu sudah banyak pengajar/guru yang menerapkannya. Metode ini dinamakan demikian karena dulu Socrates mengajar kepada murid-muridnya itu dengan cara tanya-jawab. Menurut catatan-catatan Plato (karena catatan Socrates sendiri tidak ditemukan), Socrates selalu mengajar dengan cara bertanya. Nah, pertanyaan-pertanyaan Socrates memiliki ciri khusus. Bukan sekadar pertanyaan terbuka seperti why, how, so what, pertanyaan-pertanyaan Socrates juga bersifat dekonstruktif. Itulah bedanya pertanyaan Socrates ketika mengajar dulu (yang selanjutnya disebut metode Socrates Klasik), dengan pertanyaan-pertanyaan yang diterapkan dalam pembelajaran kekinian di sekolah (selanjutnya disebut metode Socrates Modern).

 Metode Socrates modern memuat pertanyaan-pertanyaan yang bersifat konstruktif. Gampangnya, dulu pertanyaan-pertanyaan Socrates ditempatkan sebagai pertanyaan orang dungu, sedangkan pada pembelajaran kekinian, pertanyaan-pertanyaan Socrates diajukan oleh guru yang justru sudah tahu jawabannya. Jadi, guru sengaja melontarkan pertanyaan Socrates agar siswa mengkonstruksi sendiri konsep, prinsip, pola, bahkan memecahkan masalah dalam matematika. Dengan kata lain, jawaban yang benar dari pertanyaan-pertanyaan Socrates modern sudah diketahui dan pasti. Sedangkan pertanyaan-pertanyaan pada Socrates klasik, belum diketahui jawaban yang benarnya, dan memang bukan itu tujuan Socrates dalam mengajar. Socrates ingin agar murid-muridnya mampu berpikir lebih dalam dan intim dalam sebuah permasalahan. Seperti yang ia katakan, dead question reflects dead mind. Istilah kekinian yang sering kita dengar tentang konsep berpikir yang dimaksud Socrates adalah kemampuan berpikir tingkat tinggi. Salah satunya adalah berpikir kritis dan berpikir kreatif yang masing-masing memiliki indikator dalam berbagai versi.

 Ya itulah sekelumit tentang metode Socrates yang saya pilih sebagai bahan kajian dalam makalah seminar saya. Kemampuan yang saya tuju tentu kemampuan berpikir kritis yang memang sedang mengalami krisis bahkan tidak hanya di kalangan pelajar, tapi juga para petinggi kita di Indonesia. #Halah..

  Dan akhirnya, setelah bolak-balik bimbingan dan research sana-sini makalah ini rampung juga di detik-detik menuju deadline. Sayangnya, makalah ini belum saya uji instrumen, jadi belum tahu kualitas bahan ajar termasuk soal-soal yang saya buat valid atau tidak, reliabel atau tidak, dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis atau tidak. Kalau kembali pada niat saya di awal bahwa saya tidak akan melanjutkan makalah ini ke skripsi, tentu saya tidak peduli dengan kualitas bahan ajar tersebut. Saya cuma pengen lulus mata kuliah ini dengan nilai A demi mendongkrak IPK. Saya mikirin IPK juga karena kalau mau kerja suka ada syarat IPK minimal 3,00. Itulah yang membuat saya gak habis pikir. Sama seperti UN yang menstandarkan siswa dari Aceh sampai Papua. Dan yang gak habis pikir lagi, saya harus ikutin tuh standar, gak boleh bikin standar sendiri. Payah.

Yasudahlah yaa.. Kalo ngomongin itu jatuhnya saya malah curhat hahaha. Intinya saya belum tahu apa makalah ini bakal jadi skripsi saya atau tidak. Walaupun sayang juga kalau gak dilanjut, setengah mampus soalnya ngerjainnya. Lagipula, setiap TA, baik skripsi,tesis atau disertasi, di Indonesia, hanya akan berakhir pada meja sidang. Jadi ya sama aja, ujung-ujungnya IPK 3,00 hahaha.

Weiss, kuteks saya udah kering nih. Saya mau lanjut kutekan dulu ah. Yang kanan belom soalnya. Haha. Kapan lagi bisa kutekan kayak gini, walaupun saya gak bisa mungkir lusa ada UAS matematika kombinatorik -__-

1 comment:

  1. jasa pembuatan skripsi dan tesis silahkan kunjungi http://www.solusiriset.asia

    ReplyDelete

komentar capruk anda akan muncul setelah dimoderasi admin :)