12/13/2013

SURAT

Orang banyak berbual tentang hujan. Terkecuali soal rindu yang menderas bersamanya, hujan tak lebih dari sekadar siklus alamiah. Bicara rindu selalu saja bicara dispensasi. Betapa pun tidak, apa yang lebih menyiksa dari gumpalan rindu yang bikin sesak dada? Rindu bukan soal jarak dan waktu. Terbukti kau jauh lebih merindukan kehangatannya dibanding sosoknya yang bisa kau peluk kapan saja. Kau lebih merindukan kelembutannya dibanding suaranya yang bisa kau dengarkan via telepon kapan saja. Kau amat sangat merindukan kebijaksanaan hatinya dibanding membaca pikiran-pikirannya lewat aksara. Kau jauh merindukan apa-apa yang ada padanya dibanding pada dirinya sendiri. Lalu apa yang akan kau lakukan ketika rindu itu hadir justru di saat semua yang kau rindukan tak lagi kau temukan? Kehangatan menjelma es batu, kelembutan yang meninggalkan kesan palsu, atau kebijaksanaan hati yang diobral sana-sini, hanya itu yang ada. Apa kau akan terus bertanya kemana sang jarak dan waktu membawanya pergi? Sekali lagi, ini bukan soal jarak terlebih waktu. Ini soal kabar yang terlambat kau surati :

“Selamat pagi, kabar baik kan, Ta? Maaf sudah satu bulan tak menyuratimu, kau pasti khawatir akan keadaanku. Aku baik, Ta. Dan selalu lebih baik ketika menulis surat untukmu. Yang justru kukhawatirkan adalah orang-orang di sekelilingku yang selalu penuh kasih terhadapku. Tak pernah kulewatkan perhatian dari mereka dalam hal sekecil apapun. Mereka membantuku berdiri saat aku terjatuh, membawakanku obat saat aku sakit, juga datang padaku ketika aku merindukannya. Aku mulai khawatir, Ta, saat kotak suratku dipenuhi surat dari mereka, bukan suratmu. Aku khawatir mereka lebih dulu melelehkanku dengan kehangatannya yang rutin, mengalahkan sikapmu yang dingin dan membuatku menggigil. Aku merasa penantianku mulai goyah, Ta. Aku merasa hampir kalah, walaupun aku jelas belum menyerah. Kau begitu spesial, tapi rupanya aku bukan satu-satunya yang spesial untukmu. Kadang aku kurang paham, bagaimana bisa kau sebut itu spesial? Aku memang tidak pernah memahamimu, karena aku enggan mencobanya, Ta. Buatku, bicara tentangmu tak perlu pemahaman. Sampai di sini dulu suratku. Segera setelah kau membaca seamplop rindu ini, aku akan tahu. Jaga kesehatan ya, Ta. Kudengar akhir-akhir ini flu dan batuk mewabah di sana. Selamat pagi, salam rindu yang teramat untuk Cinta

pict from google

2 comments:

  1. Wewww...
    Bahasanyaaa ^.^ Sukaa
    Rindu bukan soal jarak dan waktu. Terbukti kau jauh lebih merindukan kehangatannya dibanding sosoknya yang bisa kau peluk kapan saja. Kau lebih merindukan kelembutannya dibanding suaranya yang bisa kau dengarkan via telepon kapan saja. Kau amat sangat merindukan kebijaksanaan hatinya dibanding membaca pikiran-pikirannya lewat aksara. Kau jauh merindukan apa-apa yang ada padanya dibanding pada dirinya sendiri.

    ReplyDelete

komentar capruk anda akan muncul setelah dimoderasi admin :)