ilustrated by: romokoko |
Kurikulum
2013 ini, diimplementasikan secara bertahap sampai tahun 2015. Jadi, pemerintah
menunjuk beberapa sekolah sasaran dari setiap provinsi di Indonesia untuk
mengikuti serangkaian pelatihan dan nantinya memberlakukan kurikulum ini lebih
dulu. Tujuannya, agar merata, di seluruh provinsi ada yang menggunakan
kurikulum ini. Beberapa sekolah bahkan ada yang mengajukan diri secara mandiri.
Untuk pengajuan mandiri, pemerintah hanya menyediakan tutor, sedangkan biaya pelatihan
guru dan buku pegangan ditanggung sekolah, tanpa membebani peserta didik.
Tapi,
sampai tullisan ini saya publikasikan, Kurikulum 2013 masih menuai kritik dari
berbagai kalangan. Memang kelahirannya, terkesan prematur. Banyak yang
berpendapat bahwa Kemendikbud terlalu terburu-buru dalam persoalan ini.
Pertama
terkait pelatihan guru yang super kilat dan keterlambatan penyediaan buku.
Fikir saya,
kalau memang akan diberlakukan bertahap sampai tahun 2015, kenapa tidak secara
serempak saja diimplementasikannya di tahun 2015, agar persiapannya jauh lebih
matang.
Masalah
alat evaluasi yang belum ditentukan, padahal kalau mengacu pada 3 aspek yang
ditekankan pada kurikulum ini, Ujian Nasional jelas tidak akuntable lagi sebagai alat evaluasi, karena hanya mengukur
kemampuan kognitif peserta didik.
Kemarin,
saya berkesempatan mewawancarai salah satu dosen di jurusan saya. Niat awalnya,
saya ingin tahu sikap UPI yang katanya tak acuh pada isu ini. Lalu, secara
kebetulan saya didesak teman2 himpunan agar secepatnya mencari profil dosen
untuk diangkat media kami bulan ini. Ya, profil. Saya masih belum tahu jelas
dimana nilai beritanya. Makanya, saya coba angkat #Kur13 sebagai tema
perbincangan kami. Profil dosen dapat, dan saya fikir memiliki nilai berita.
Pada saat
wawancara, awalnya sulit sekali narasumber menunjukan sikapnya. Ia melulu
mengedepankan citra, menurut saya. Otomatis informasi yang tadinya mau saya
soroti nyaris gak dapet sama sekali. Namun akhirnya, entah berkat kecerdikan
saya, atau terpelesetnya lidah narasumber, ada beberapa kalimat, nada bicara,
sorot mata, yang menunjukan sebuah sikap. Yang jelas dan paling saya yakini,
itu anugrah Tuhan.
Pada
intinya, narasumber saya mengakui bahwa pemerintah memang terkesan dipaksakan.
Menurutnya, rancangan #Kur13 ini sudah aja sejak tahun 2011, namun DPR baru
menyetujui keuangan beberapa bulan lalu. Terlebih lagi, Kemendikbud berkehendak
mengimplementasikan #Kur13 pada tahun ajaran ini. “Ya, itu kaitannya dengan
birokrasi”, katanya.
Menanggapi
pelatihan guru yang super kilat pun, sekali lagi dosen saya bertutur bahwa itu
seperti sudah datang banjir, dan kita baru diajari berenang. Yapyap, sikapmu,
Pak. Saya menangkap itu.
Setidaknya,
saya simpulkan UPI sebagai LPTK tidak tuli pada isu tersebut.
Menurut
saya #Kur13 merupakan sebuah inovasi. Pendidikan kita nggak bisa gini-gini
terus #eaa. Ini serius. Karena, mengutip kata dosen, bahwa perubahan kurikulum
bukan hanya perubahan struktural. Dan
juga bukan berarti berubah segala-galanya. Ada beberapa aspek yang saya fikir
inovatif, dan bikin saya pengen bilang: Guru seharusnya begini, siswa
seharusnya begitu, pembelajaran seharusnya begini, yang namanya Sekolah ya
harusnya begitu.
Misal,
dengan mengedepankan 3 aspek yang disebutkan di awal, akan menuntut seorang
pendidik menjadi lebih kreatif. Siswa jadi center
of learning. Pendekatan pembelajaran juga akan lebih kontekstual, khususnya
pada mapel eksak seperti Matematika. Asli, ini membantu banget buat anak-anak
Indonesia yang memusuhi Matematika secara turun-temurun. Model-model
pembelajaran yan dipakai juga mau-tidak-mau harus lebih bervariasi, karena
tujuan yang diusung #Kur13 ini adalah keaktifan siswa. Nantinya, model-model
pembelajaran sebangsa Cooperative
Learning (CL): seperti diskusi kelompok, Open Ended (OE): Menyajikan masalah dengan solusi yg tak unik, Teams Games Tournament (TGT): misal
dengan Role Playing, Debate, dan
macem-macem deh yang biasanya cuma ada di buku text waktu kuliah di fakultas
kependidikan, itu akan menjadi primadona dalam proses pembelajaran. Nah, hal
tersebut, secara perlahan namun pasti, akan mengubah paradigma bangsa kita
tentang sekolah, belajar, dan yang berbau pendidikan. Bahwa pendidikan bukan
melulu bicara tentang akademis tapi juga praktis.
Nah,
evolusi tadi dapat terjadi sedikit banyaknya bergantung pada peran pendidik di
sekolah. Oleh karena itu, pelatihan guru yang “asal terlaksana” justru bisa
menjadikan #Kur13 cacat. Ditambah lagi, #Kur13 ini lahir tanpa alat evaluasi
yang sudah ditentukan sebelumnya. Banyak praktisi pendidikan yang sangsi akan
akuntabilitas Ujian Nasional yang dianggap tidak sesuai dalam mengevaluasi
kemampuan siswa berbasis #Kur13 ini. Itulah yang saya sebut sebagai proyek
Kemendikbud yang prematur. Kita doakan saja lah ya :) Terimakasih telah
membaca. Salam.
referensi:
No comments:
Post a Comment
komentar capruk anda akan muncul setelah dimoderasi admin :)