6/07/2018

Bumi Manusia

Novel pertama dari tetralogi buru karya Pramoedya Ananta Toer atau yang dikenal dengan sebutan Pram ini kabarnya akan difilmkan oleh Bapak Hanung Bramantyo. Tokoh utamanya yang bernama Minke akan diperankan oleh ex-Dilan alias Iqbal Cjr. Dan BOOM! Pecahlah komentar netijen di segala penjuru media sosial. Ada yang pro, ada yang kontra, dengan masing-masing alasannya. Saya sendiri? (Iya saya masih sendiri) Tentu saja sebagai netijen budiman, saya mesti ikut-ikutan berpendapat soal ini, hehe.

Bumi Manusia adalah novel yang saya baca di liburan akhir semester 1 perkuliahan (dan saya baca ulang seminggu kemarin gara-gara ibur mau difilmin tea). Saat itu, senior-senior saya di pers mahasiswa menjadikan buku itu bacaan wajib bagi para juniornya. Sungguh menyebalkan harus membaca novel setebal 500 halaman dengan gaya penulisan zaman baheula, latar belakang zaman baheula, dan lagi bukan termasuk bacaan ringan (berat bo, secara 500 halaman). Saya juga gak begitu yakin apa alasan buku itu jadi bacaan wajib kami. Yang saya tau, dengan membacanya, saya jadi paham arti kepekaan terhadap persoalan-persoalan sosial yang terjadi di sekitar kita. Arti sebuah keberanian dalam memperjuangkan hak, apapun risikonya, menang atau kalah, yang terpenting adalah lawan!

Bumi Manusia bercerita tentang segala persoalan manusia di bumi. Elaaah wkwk. Tersebutlah seorang pribumi bernama Minke. Minke seorang Jawa (putera seorang Bupati) yang lebih akrab dengan gaya hidup Eropa. Ia disekolahkan di sekolah Eropa (HBS) yang pada masa itu, seluruh siswanya adalah orang Eropa totok dan indo (percampuran Eropa dan pribumi). Sedangkan siswa pribumi yang dapat bersekolah di sana hanyalah putera seorang para petinggi seperti Bupati. Bergaul dengan Eropa, menerima pembelajaran Eropa, membaca buku-buku Eropa, membuat pemikiran Minke terbuka. Ia mulai mengkritisi dalam pikiran (dan pada akhirnya perbuatan) bahwa banyak tradisi-tradisi Jawa yang tidak membuatnya maju bahkan justru mengkerdilkan bangsanya sendiri. Tradisi sembah pada yang tinggi, lebih tua dan dianggap lebih berkuasa, tradisi penguasa memadu istrinya, tradisi tidak menyekolahkan anak perempuan dan malah menikahkannya sejak usia belia tanpa peduli kelak mejadi istri pertama, kedua, atau ketiga, membuat Minke mengutuk nenek moyangnya sendiri. Katanya: “Mengapa tega mewariskan tradisi yang membuat anak cucunya menjadi sedemikian hina?” Walaupun sesungguhnya, hemat saya, budaya harus tetap menjadi sesuatu yang dilestarikan, dijaga, dijunjung tinggi nilai-nilainya, dan tetap dibarengi akal sehat bukan nafsu belaka.

Lebih jauh lagi,  novel yang ditulis Pram saat dalam pengasingan di Pulau Buru ini, berkisah tentang betapa hukum yang berlaku pada masa itu benar-benar tidak pernah berpihak pada pribumi, penduduk asli tanah ini. Diskriminasi antara status sosial (pribumi, totok, indo) diangkat tinggi-tinggi ke permukaan. Pram seakan ingin menunjukkan bahwa menjadi pribumi adalah hal paling sial dalam kedudukan hukum. Minke pun sadar bahwa ternyata nilai-nilai ke-Eropaan yang ia agung-agungkan rupanya teori belaka. Para petinggi Eropa sendiri bahkan tidak mencerminkan dirinya sebagai Eropa yang beradab. Walaupun tentu tidak semua orang Eropa buruk. Dalam novel ini diceritakan beberapa tokoh Eropa yang memandang pribumi sebagai orang yang setara dan layak mendapatkan perlakuan hukum yang sama dengan orang-orang Eropa. Salah satunya Magda Peters, guru sastra Minke di HBS. Ia seorang liberal, selalu menanamkan pada siswa-siswanya bahwa pribumi dan Eropa memiliki hak yang sama, baik dalam pergaulan sosial, pendidikan maupun kedudukan di hadapan hukum. Dengan begitu, jelas ia dianggap mengancam kekuasaan pihak kolonial sendiri. Di akhir cerita ia dipulangkan ke Belanda. Selain Magda Peters, ada juga Herbert de la Croix, seorang Asisten Residen, dan dua putrinya yang juga menunjukkan ketidak setujuannya terhadap pemerintahan kolonial yang semena-mena terhadap warga jajahannya, terutama di hadapan hukum. Di akhir cerita, Herbert mengundurkan diri dari jabatannya dan memutuskan kembali ke Belanda. Tokoh lainnya bernama Jean Marais, mantan serdadu Belanda berkewarganegaraan Perancis yang kakinya lumpuh pasca berperang melawan para pejuang Aceh. Saya kasih bocoran, pada novel ini ada kutipan Jean yang paling hits dan saya prediksi bakal mucul di filmnya nanti. Sama hitsnya seperti kutipan “Jangan rindu, berat. Biar aku saja” wkwk. Dan masih banyak tokoh Eropa lainnya yang (sebut saja) Pro-Minke, tapi saya lupa lagi nama-namanya, hehe.

Seperti tidak semua Eropa menjunjung tinggi nilai-nilai ke-Eropaannya, ada juga pribumi yang tidak menunjukan “sifat-sifat” ke-pribumiannya. Dia adalah seorang gundik (istri tidak syah seorang Eropa) bernama Nyai Ontosoroh. Menurut saya, ia adalah tokoh utama lainnya selain Minke. Nyai Ontosoroh dijual ayahnya saat berumur 16 tahun kepada seorang petinggi pabrik bernama Herman Mellema. Menyakitkan bukan? Rasanya tidak berlebihan jika Nyai sejak saat itu tidak pernah mau melihat wajah kedua orang tuanya lagi. Beruntung Herman Mellema adalah pria yang baik. Ia mengajari banyak hal kepada Nyai. Ia menjadikan Nyai sebagai partner hidupnya bukan sekadar teman di ranjang. Seorang gadis yang bahkan tidak pernah mengenal sikat gigi sebelumnya, tumbuh menjadi wanita cantik, berkepribadian kuat, menguasai bahasa Belanda, pandai, dan pekerja keras. Seorang Nyai yang dipandang rendah oleh bangsanya sendiri (karena dianggap menjual kehormatan demi harta) ternyata jauh lebih baik dari orang-orang yang menghinanya. Seperti kata Jean Marais kepada Minke saat ia bercerita tentang sosok Nyai Ontosoroh dan pendapat buruk orang tentangnya:  “Kau terpelajar, Minke. Seorang terpelajar harus berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan”. Yeah akhirnya sampai juga pada kutipan hits itu wkwk. Maksudnya ya gak jauh beda sama istilah “Don’t judge a book from its cover”. Pendapat orang harus dihormati, tapi bukan berarti dijadikan patokan dalam menilai sesuatu. Gitu lah ya kurang lebih.

Oya, ini sengaja saya ceritakan terakhir tentang wanita tercantik yang digaungkan dalam novel ini, ialah putri dari Herman Mellema dan Nyai Ontosoroh bernama Annelies. Well, ceritanya Annelies dan Minke ini saling jatuh cinta. Jadi bisa dibilang novel ini semacam catatan perjalanan cinta mereka berdua yang penuh aral melintang sejak pertemuan pertama hingga pertemuan terakhir (Ada awal, pasti ada akhir bukan?) Ups. Spoiler detected, hehe. Tapi seperti yang saya bilang, bahwa tokoh utamanya ya Minke sama Nyi Ontosoroh. Kalaupun Annelies pacaran sama Minke, terserahlah. Bagi saya, Annelies hanya penghubung cerita, pemicu konflik, tokoh penting juga, tapi bukan utama. Halah naon sih hahaha

Kenapa saya keukeuh begini (udah masuk ke komentar Hanung bakal naikin novel ini ke layar lebar), karena saya mencium bau-bau gak enak kalo Hanung yang bawain filmnya. Bukan semata-mata karena Iqbal ex-Dilan itu yang merankan Minke ya, memang menurut saya, Iqbal sama sekali kurang Minke. Tapi setelah saya lihat usaha dia menjadi Dilan, saya yakin dia juga akan berusaha giat menjadi se-Minke mungkin (walaupun teman saya bernama Yum tetap mendukung keras Fedi Nuril yang memerankan Minke). Jadi bukan itu sorotannya. Saya cuma merasa kalau-kalau nantinya film ini disajikan sebagai film percintaan, antara Minke dan Annelies. Padahal, rasa-rasanya bukan itu yang ingin Pram sampaikan dalam novelnya ini. Rasa-rasanya loh ya, saya belum pernah bertanya langsung pada bapak Pram karena beliyo sudah mati dimakan cacing. Saya cuma khawatir, adek-adek gemash yang nonton nantinya mengenal novel Bumi Manusia sebagai kisah cinta, walaupun iya juga sih hahaha. Ya intinya mah ya, kenapa mesti Hanung? Sedangkan, dari teman saya yang lain bernama Yuni, saya dengar Riri Riza sudah berencana garap film ini sejak lama tapi urung entah kenapa (Yuni sampai menyertakan link artikelnya ke saya, hehe).

Well, seperti kata Jean bahwa saya tetap harus adil sejak dalam pikiran. Atau kalau kata Dee, ketabahan dalam menonton film adaptasi novel itu memang sedang diuji, jika kita bisa menjadi pembaca yang baik, kenapa tidak bisa menjadi penonton yang baik? Begitu ceunah gaes.. Jadi, saya mah udah gak sabar pingin nonton filmnya. Ada yang mau nonton bareng saya? Hehe

No comments:

Post a Comment

komentar capruk anda akan muncul setelah dimoderasi admin :)