Perasaan bukan soal timbal balik. Apa yang kita berikan belum tentu sama dengan apa yang kita terima. Beberapa mimpi memang harus tetap menjadi bunga tidur, bukan untuk diwujudkan. Hanya untuk penghias malam. Beberapa rindu memang harus dibiarkan menjadi rahasia. Bukan untuk dikatakan, hanya untuk dikirimkan lewat doa.”
Kutipan panjang yang saya comot dari blog Fiersa Besari si dewa asmara itu ada benarnya juga hahaha. Saya mengamini betul bahwa apa yang kita inginkan tidak harus selalu kita dapatkan. Apalagi bicara soal perasaan yang tentu saja melibatkan pihak lain. Kita gak bisa maksa seseorang untuk suka dengan tindak-tanduk kita, begitu juga sebaliknya.
Ada cerita, tentang sesorang yang susah sekali jatuh hati pada orang lain setelah mantan pacarnya. Putus kenapa, jangan tanya. Doi gak mau cerita, dan saya gak mau tanya. Suatu hari, setelah bertahun-tahun hidup menjomblo (tapi tentu tidak sendiri seperti Kunto Aji), dan setelah berkali-kali pula mengecewakan banyak hati, saya mendengar kabar baik darinya. Ia telah (atau lebih tepatnya, baru saja) jatuh hati. Pada pandangan pertama. Amajing kalau menurut saya. Ia berkenalan dengan seseorang dalam sebuah forum. Saat kutanya siapa lelaki itu, dia hanya menjawab: ia segalanya. Yaikss.. dari situ kutahu bahwa ia benar-benar jatuh cinta.
Beberapa waktu lalu sempat saya telusuri laman salah satu media sosial milik orang itu, hanya untuk memastikan sebenarnya apa yang membuat kawan saya tertarik padanya. Tak butuh waktu lama membuat opini tentang seseorang dari laman medsosnya dan saya temukan bahwa ia “bukan siapa-siapa”. Ia tidak berparas menawan, kelihatannya tidak juga kaya. Ia hanya pernah kuliah di 2 Universitas ternama di dalam negeri dengan mengampu jurusan yang oleh sebagian orang dianggap memiliki prestise. Bahkan ia seperti tidak memiliki pekerjaan karena frekuensi update statusnya terlampau sering (atau memang itu pekerjaannya? entahlah). Lalu kenapa tertarik padanya? Jangan tanya, karena kawan saya gak cerita, dan saya juga gak tanya.
Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, saya gak pernah mendengar kawan saya itu bercerita tentangnya. Saya rasa ia tidak benar-benar jatuh cinta. Atau begitukah caranya jatuh cinta? Entahlah. Yang justru saya dengar adalah nama-nama lain. Ya, seperti yang kita sama-sama ketahui bahwa hari ini orang bisa chatingan sama si A, janjian sama si B, pergi jalan sama si C, tapi status berpacarannya sama si D. Zaman sekarang memang aneh dan sulit dimengerti. Kok bisa? Ckck.
Setelah empat tahun kuliah dan lulus sama-sama, saya dikejutkan oleh teman saya itu di hari kelulusan. Saya yang sedang berkumpul bersama kawan-kawan yang datang dari jauh untuk menghadiri hari bersejarah itu, kaget melihat kawan saya sedang berfoto bersama seseorang yang sudah sangat lama tak pernah ia sebut namanya. Ya, orang itu. Orang itu yang membuat kawan saya jatuh cinta pada pandangan pertama. Orang itu masih ada. Cerita masih berlanjut rupanya :)
Sebulan kemudian, saya yang masih di tempat perantauan demi mengurus berkas lanjut kuliah, diajak bertemu oleh kawan saya itu. Kebetulan ia sedang berkunjung ke sini. Ada keperluan katanya, entah apa. Bertemulah kami, lalu ia bercerita:
“Kamu tahu? Aku tidak pernah menghubunginya. Aku takut. Aku takut ia menjauh. Aku terlalu takut kehilangannya. Bukan sosoknya, tapi segala yang ada padanya termasuk bagaimana ia memperlakukanku. Hingga suatu hari, aku mengajaknya pergi. Tidak ada alasan, kubilang aku hanya ingin pergi, entah kemana. Kubilang kalau ia tidak mau juga tak apa, paling aku sedih. Dan ia mau.
Kamu tahu? Di hari kita janjian untuk pergi, sampai jam 6 sore dia tidak mengabariku. Dan aku? Apalah aku. Aku tentu tidak akan mengabarinya duluan. Aku seperti orang gila menanti sesuatu yang tidak pasti. Aku sudah izin sama orang di rumah mau pergi. Sampai mereka terus-menerus bertanya: kapan berangkat? Tentu mereka bertanya, ini pertama kalinya aku izin pergi sama lelaki. Kamu tahu sendiri aku paling malas pergi berdua sama lelaki, apalagi malam hari. Setengah jam kemudian ia akhirnya datang menjemputku. Aku lega. Kubilang padanya bahwa kupikir tidak jadi pergi. Ia hanya bilang: kan sudah janji.
Dari situ. Dari situ kami bercerita banyak. Entah apa yang mendorongku menceritakan semua hal tentangku dan keluargaku. Tentang keadaanku, keinginanku, semuanya. Ia pendengar yang baik. Ia juga bercerita banyak hal. Dari situ, kami berteman”
Ya. Hanya itu. Hanya itu yang dikatakan kawan saya bahwa pada akhirnya mereka BERTEMAN. Entah apa yang ada di benaknya. Padahal itu adalah detik-detik terakhirnya berada di kota perantauan sebelum akhirnya ia harus melanjutkan hidup, menebar kebahagian bagi orang-orang tercintanya di rumah, di kota asalnya. Lalu hanya sebuah pertemanan yang ia dapatkan? Setelah bertahun-tahun hingga akhirnya menemukan sosok yang sangat ia kagumi. Seseorang yang memiliki segala yang ia inginkan. Sosok yang ia butuhkan bagi kehidupannya kelak. Hey, berjuang tidak sebercanda itu! Tak kuasa menahan lagi, akhirnya saya pun angkat bicara dan melontarkan pertanyaan pertama saya padanya:
“Kamu yakin mau pulang sebelum bilang ke dia kalau kamu mau sama dia?”
Ya, ini mah mastiin aja ya biar kisah mereka gak jadi drama ala-ala Cinta sama Rangga. Nanti kata teh Melly ‘Entah mengapa berpisah saat mulai menjalin’… *kemudian muncul iklan Aqua* Hahaha.. kembali ke kawan saya.
Kawan saya pun menjawab:
”Perasaan bukan soal timbal balik. Apa yang kita berikan belum tentu sama dengan apa yang kita terima. Beberapa mimpi memang harus tetap menjadi bunga tidur, bukan untuk diwujudkan. Hanya untuk penghias malam. Beberapa rindu memang harus dibiarkan menjadi rahasia. Bukan untuk dikatakan, hanya untuk dikirimkan lewat doa.”
Etdaaahh.. jadi kawan saya itu Fiersa Besari??? Wqwqwq… Bukanlah. Mungkin dia follower Fiersa juga, jadi kutipan-kutipannya mirip-mirip serupa gitu. Yasudah lah ya. Seseorang bisa memutuskan apa pun dalam hidupnya. Lagi pula hati punya banyak ruang untuk diisi. Cinta dan kasih sayang gak akan habis walaupun sudah dibagi-bagi. Setidaknya, sudah lumayan kawan saya itu bisa kenal dengan dia (pria yang saya sedang pura-pura lupa namanya). Berteman juga tak apalah, siapa tahu di Lauhul Mahfudz doi tercatat sebagai teman hidupnya, hahaha. Aamiin.
No comments:
Post a Comment
komentar capruk anda akan muncul setelah dimoderasi admin :)