7/29/2015

Dilan 1

Kenapa Dilan 1? Karena ada Dilan bagian ke 2. Kenapa tidak menulis: Dilan, dia adalah Dilanku tahun 1990? Karena itu terlalu sama dengan judul buku. Bagaimana kalau kata Dilan di awal dihilangkan? Jadi: dia adalah Dilanku tahun 1990? Iya, jadi begitu. Kenapa tidak? Karena aku tidak mau. Kalau kamu mau, silakan tulis reviewmu sendiri, dan gunakan kalimat itu sebagai judulnya.

Begitulah kira-kira jawabanku ketika kamu bertanya, kenapa begini, kenapa begitu, akan selalu kujawab: karena aku mau. Seperti Dilan. Atau lebih jujurnya seperti Pidi Baiq dalam mendeskripsikan seorang Dilan. Tulisan kali ini juga saya buka dengan menjiplak gaya tulisan ayah Pidi (begitu ia sering disapa) pada buku Dilan, yaitu dengan dialog-dialog singkat tapi banyak. Hehehe ambigu bukan? Ya, makasih.

Sejak buku Dilan ini rilis tahun 2014 lalu, ramai sekali orang-orang di linimasa membicarakannya. Mungkin karena saya follower akun Pidi Baiq, jadi saya banyak membaca tuit-tuit para pembaca karyanya. Buku Dilan bisa dibilang sebagai catatan hati seorang istri, maksud saya Milea (yang saat sedang menceritakan kisahnya, ia sudah berstatus sebagai istri orang). Milea bercerita tentang Dilan, temannya, oke, pacarnya, atau teman dekatnya, atau apalah sebutannya masa itu, saat ia sekolah di salah satu SMA di Bandung tahun 1990.

Milea banyak bercerita tentang penampakan Bandung kala itu, yang belum punya BSM (walaupun sekarang sudah jadi TSM, tapi saya lebih suka menyebutnya BSM), yang belum banyak kendaraan dan gedung-gedung tinggi, yang masih berkabut tiap pagi, dan yang dilengkapi dengan fenomena tawuran antar anak SMA (teuteup..). Cerita Milea ini bikin saya ter Oh.. Oh.. selama membaca. Oh, dulu Baso Akung udah ada, Oh dulu ada geng motor juga, Oh...

Terus Milea cerita apa lagi? Milea cerita Dilan. Masa judulnya Dilan tapi engga ada Dilannya. Lagi pula, kalau gak ada Dilan, Milea bisa..... Bisa mati? Bukan. Bisa sedih? Bukan. Bisa apa? ... Kalau gak ada Dilan,.... Milea bisa rindu. #eeaa... (jangan senyum bacanya).

Dilan siapa sih? Dia cuma manusia, yang cinta sama Milea. Tapi yang cinta Milea bukan cuma Dilan, ada Beni (pacar Milea waktu di Jakarta), Nandan (Ketua kelas Milea waktu di Bandung), Kang Adi (monyet dari ITB, #eh), dan banyak lagi. Kata Dilan, yang mau sama Milea banyak, sudah biasa. Dilan gak cemburu. Waktu Milea mau pergi sama Kang Adi, Dilan tidak melarangnya. Kata Dilan, cemburu hanya untuk orang-orang yang gak percaya diri. Tapi, kata Dilan lagi, hari itu dia lagi gak percaya diri, besoknya juga. Hehehe Jadi Milea gak boleh pergi :D (di antara kamu, ada yang pernah bilang cemburu dengan cara se-ngeselin ini? Cuma Pidi Baiq. Eh, cuma Dilan)

Terus kenapa Milea maunya sama Dilan, bukan sama yang lain? Padahal katanya, Beni jauh lebih ganteng, Kang Adi si monyet ITB itu juga lebih berkharisma, apalagi Nandan, yang ngasih boneka panda (kalau gak salah ya) di ulangtahun Milea hanya agar Milea bisa memeluk boneka itu setiap ia tidur. Heloo? Dikira kalau Milea meluk boneka itu serasa meluk Nandan? Itu cuma boneka yang siapa saja bisa beli, kalau punya uang. Berbeda dengan Nandan, dan dengan seluruh manusia di bumi ini, Dilan ngasih hadiah buku TTS ke Milea. Iya, buku teka-teki silang yang sekarang mah harganya gopean dan suka ada di pos ronda. Di dalam buku TTS nya ada kertas bertuliskan gini:

Selamat ulang tahun, Milea
Ini hadiah untukmu, cuma TTS
Tapi sudah kuisi semua.
Aku sayang kamu, jadi aku gak mau kamu pusing ngisinya.
Dilan.

Aaaaah... Bikin pengen jambak rambut Dilan, terus peluk dia deh hahaha. Eits, tapi zaman dulu gak sefulgar itu. Maksudnya barusan gue fulgar? Sekarang sih yang begitu udah biasa. Orang pacaran, mesra-mesraan di tempat umum udah jadi pemandangan lumrah sekarang ini, apalagi di Bandung, dan tentu kota-kota lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu-per satu hehehe. Intinya, di mana pun sama. Moral mengalami degradasi secara merata. Baguslah. Biar gak sirik, biasanya kalau gak merata suka pada sirik. #apasih..

Kembali menyoroti moral (agaknya kita masuk ke zona serius, semoga..). Dalam buku ini Pidi seakan ingin membumikan (#eeaa) maksudnya memberitahu pada seisi bumi yang baca buku ini, bahwa tahun 90’an pacaran tuh gak kaya sekarang. Bilang suka juga malu. Pegangan tangan selama pacaran, jarang. Bilang kalo satu sama lain sudah pacaran aja, rasanya malu banget. Sekarang, status malah diumbar-umbar seakan seluruh dunia mesti tahu gue pacaran sama si A, putus sama si A, balikan sama si A, putus lagi sama si A, lalalala... Saya gak bilang itu salah sih, karena salah dan betul dalam tatanan hidup bermasyarakat bergantung siapaaaa? .... Bergantung kamu.. maunya gimana sama aku.. hehehe

Yaudahlah ceritanya gitu aja.. Buku Dilan rampung saya baca 2 hari, diselang isoma, istirahat, somay, makan, #eh hehehe. Tenang-tenang, ada Dilan 2 yang belum saya baca. Nanti saya share lagi ya. Tadi sampai mana? Oh iya, Milea nya pacaran sama Dilan ya? Eh.. Saya belum cerita? Iya jadi dari halaman awal buku Dilan ini sampe halaman akhir cuma nyeritain deketnya Milea sama Dilan yang akhirnya resmi pacaran. Kenapa saya bilang resmi? Karena mereka tanda-tangan di atas materai. Gitu aja. Bye :)

No comments:

Post a Comment

komentar capruk anda akan muncul setelah dimoderasi admin :)