5/05/2014
Hindari Pelecehan Seksual terhadap Anak dengan Dongeng
Hah, dongeng? Iya dongeng. Tau kan, semacam cerita pengantar tidur, cerita kerakyatan, kenabian, kerajaan, hingga kehidupan sehari-hari. Sebelum kalian baca lebih lanjut, saya informasikan bahwa tulisan ini bukan tulisan ilmiah berdasarkan penelitian-penelitian atau data-data relevan, it’s full of opinion. Jadi, lanjut lagi aja googlingnya kalo berencana bikin makalah/tugas sekolah :)
Kasus pelecehan seksual terhadap anak memang bukan hal baru, namun hari ini media gencar sekali memberitakannya. Berawal dari pelecehan seksual yang terjadi di salah satu sekolah Internasional di Jakarta, sebut saja JIS, yang akhirnya menyeruaklah berita-berita serupa. Rasanya juga, baru kali ini mendikbud berkomentar langsung tentang isu “predator anak” ini. Ya, rasa saya. Mungkin karena hal ini terjadi di kalangan sekolah elite, atau memang media saja yang terlalu membesar-besarkan (Allahualam). Yang jelas, saya jadi ikut-ikutan tertarik ngacapruk tentang ini.
Masih ingat apa yang dikisahkan orang tua korban pelecehan tentang anaknya yang meminta didatangkan Captain America? (tentu saja, hampir semua stasiun tv swasta mewawancarai narasumber dan menyoroti hal yang sama: Captain America). Sang Mama mengatakan bahwa anaknya – secara tersirat – menceritakan tentang apa yang dialaminya di sekolah, khususnya ketika sedang pergi ke toilet. “Setiap sebelum berangkat ke sekolah, dia selalu pipis dulu, bahkan sampai t*t*tnya dipencet-pencet, katanya biar di sekolah gak pipis lagi, lalalala” Ya itulah, intinya si anak gak berani bercerita kepada ibunya sendiri tentang peristiwa (yang bagi saya) mengerikan tersebut. Kenapa anak itu tidak berani bercerita kepada sang Mama? Karena diancam si pelaku. Lalu kenapa ia lebih takut dengan ancaman pelaku terlebih berbohong pada Mamanya? Ya karena dia masih kecil, masih TK, gak ngerti mana yang harus diceritakan mana yang harus ditutupi. Loh, bukannya anak kecil terkenal paling jujur? Bukannya anak seusia korban lumrahnya sangat dekat dan percaya sama mamanya ketimbang sama orang lain? Ya, mungkin anak itu gak terlalu dekat sama mamanya. Nah loh?!
Coba, hari ke berapa orang tua korban tahu bahwa anaknya mendapat pelecehan seksual? Dan berapa orang tua lainnya yang justru baru tahu bahwa anaknya juga merupakan korban pelecehan seksual setelah memeriksakan anaknya ke dokter? tentu saja setelah mencuatnya kasus ini di berbagai media. Dan berapa banyak total siswa JIS yang diidentifikasi sebagai korban sampai saat saya menuliskan ini? Berapa coba? Hahaha
Yang saya soroti di sini, ini: hubungan antara korban yang rata-rata berusia 5-6 tahun tersebut dengan orang tuanya kurang intim. Saya, usia segitu, lagi seneng-senengnya bercerita sama mama. Apa saja yang saya alami bisa menjadi hal menarik untuk diceritakan. Usia emas seperti itu, anak normal (anak-anak berkebutuhan khusus bisa saja berbeda) sedang banyak bertanya, serba ingin tahu, dan tentu banyak bercerita, tentang kesenangannya apalagi ketakutannya. Sehingga menurut analisis saya (ala Sentilun), ada yang salah dengan keintiman anak dan ibu ketika anak tak berani bercerita tentang apa yang dialaminya. Kalau sudah begini, salah siapa? Siapa yang salah menjadi tidak terlalu penting buat saya jika kita sudah menemukan letak kesalahannya. Jadi tinggal cari solusi dan solusi yang saya tawarkan berdasarkan pemikiran capruk saya adalah dongeng.
Seminggu lalu, salah satu artikel pada kompas hari minggu mengusung headline Mendongeng Mendekatkan Jiwa. Saya selalu suka koran hari minggu, terutama cerpennya :) Nah dalam artikel itu penulis tidak hanya menyatakan bahwa keintiman hubungan antara anak dan orang tua dapat dibangun dengan membacakan dongeng setiap akan tidur, tetapi dongeng juga bisa menanamkan nilai-nilai dan budi pekerti bagi si anak. Dan memang iya. Coba deh, kalau setiap orang tua bercerita kepada anaknya, baik dongeng atau seputar pengalaman bekerja pada hari itu, secara tidak langsung orang tua sedang memupukkan asas keterbukaan dalam suatu hubungan. Anak akan beranggapan bahwa ibunya saja punya banyak cerita, maka saya juga. Sehingga engan sendirinya anak akan percaya pada orang tua dan mulai bercerita tentang pengalaman-pengalaman pribadinya. Nggak akan ada alasan anak takut bercerita karena diancam, atau ia lebih percaya pada Captain America, are you kidding me? Hahaha iti bisa saja berarti bahwa anak-anak itu dibesarkan oleh pahlawan-pahlawan super di gadgetnya, bukan oleh orangtuanya.
Lalu, cerita yang bagaimana sih yang bisa disampaikan orangtua kepada anak-anaknya? Saya gak bilang ya kalau para orang tua boleh menceritakan masalah-masalah yang ia hadapi di tempat kerja, apalagi meluapkan kekesalannya pada si anak. Itu mah ujungnya bakal berbuntut pada kekerasan anak usia dini, dan gak lama kemudian media akan punya isu yang (diper)baru(i) buat diangkat dan dilebih-lebihkan. Cerita-cerita yang disampaikan tentu punya karakterististik sesuai usia anak dan mengandung nilai-nilai yang bisa ia terapkan dalam kehidupannya kelak. Misal dongeng kura-kura dan kelinci yang berpesan agar tidak boleh sombong dan meremehkan orang lain serta tidak boleh mudah menyerah. Anak juga bisa saja memiliki pendapat lain tentang cerita tersebut. Di situlah anak dan orangtua akan mulai terlibat diskusi ringan. Diskusi itulah yang merupakan awal mulanya anak berani menyampaikan pendapat berdasarkan imajinasinya.
Ya, dongeng tentu dapat meningkatkan imajinasi. Contohnya saya, mungkin karena kebanyakan didongengin waktu kecil, sekarang saya jadi suka sekali mengkhayalkan cerita-cerita fantastis dan menuliskannya hahaha. Nah mungkin hobi menulis saya berawal dari situ. Dulu juga sebelum mengenal tulisan, saya suka menggambar apa-apa yang ada di khayalan saya dan membentuk sebuah cerita. Bergeser lagi ke belakang, sebelum saya mahir memegang dan menggunakan alat tulis, saya suka sekali “membaca” cerita-cerita bergambar. Tentu saja saya belum bisa membaca, hanya mengarang-ngarang cerita berdasarkan gambar yang berurutan di buku cerita tersebut. Kalau sekarang saya telaah ulang, WAW! Betapa imajinatifnya saya dulu hahaha.
Jadi, dongeng bisa kan membuat anak terhindar dari kekerasan seksual? :)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
komentar capruk anda akan muncul setelah dimoderasi admin :)