3/05/2012

Membahasakan Canda, Mencadakan Bahasa

nyupi dulu ah..”
“dari kemaren pasang status nyupi mulu, apaan sih nyupi?”
“nyupi, ya nyupi”
“semalem aku search di google tapi not found”
“haha, lagian mana ada di google”
“emang bahasa apa sih itu?”

Bahasa apa hayooo? Ada yang gak tahu? Kasian -____- yaa, mau gimana lagi, emang susah sih kalo orang salah gaul. Makanya, jangan gaul sama anak-anak pendidikan matematika, gak akan nyampe nalarnya. Oke deh, daripada berlarut-larut dalam penyesalan, kan gak bagus juga, mending langsung klik aja seemore nya.

Berawal dari percakapan ringan saat menungggu pesanan makan siang kami datang. Nasi goreng 1 sks, nama yang dengan sangat hormat kami, mahasiswa Mat 2B 2011, anugerahkan kepada warung nasi goreng kecil-kecilan di sebelah kostan Farhan. Nama yang ‘pasti pas’ buat nasi goreng yang disajikan dengan rentang 45 menit setelah pemesanan. Tapi dengan segala kelebihan, baik waktu penyajian maupun kuantitas per porsi, lumayan lah buat Nagreg . Sambil menunggu, masing-masing dari kami sibuk bercerita tentang apapun, lebih tepatnya siapa pun (read: nggosip). Pembicaraan pun menyerempet ke arah yang makin melenceng. Hingga tepat pada satu momen dimana dua dari empat orang yang duduk disitu dibuat bingung akan satu kata, Nyupi. Awalnya, saya woles aja, gak peduli dengan topik yang sedang dibicarakan. Jujur, saya jauh lebih peduli dengan HCl yang serasa membanjiri lambung, lapeeeeeerrr. Sampai akhirnya.....

(G)    “kamu tau nyupi, din?”
(saya)     “eh?”
(G)     “apaan sih din, si Agi tuh dari kemaren Nyupi Nyupi wae?”
(saya)     “oh, hmm.  Kayaknya sih melakukan sesuatu di suatu tempat yg namanya upi, nupi, pi, atau apalah”
(A)     “tuh si ehom tau, haha macem kayak nyabuga, jogging di sabuga”
(G)     “nyupi, jogging di upi? Yaampuuuuun, haha kok aku gak tau ya

Satu hal yang saya pelajari dari peristiwa naas barusan adalah, ini saya salah gaul, gak gaul, atau kelewat gaul? Yang jelas, bukan digauli.

“Mencandakan bahasa, Membahasakan Canda”, itu salah satu headline PR minggu (04/03). Masih belum jauh dari hari bahasa ibu yang bulan kemaren ramai diangkat di beberapa headline media, PR mengulas kembali kebahasaan. Kali ini, bahasa slang. “Why” nya karena detik ini makin banyak spesies aneh di kalangan makhluk yg menyebut dirinya manusia. Masih ingat dengan spesies 4L4Y yg sempat menjadi trend di kalangan remaja kan? Para 4L4Yers memiliki gaya bahasa dan penulisan yang ‘unik’ dan nyeleneh. Tak jauh berbeda, hari ini, di beberapa tempat nongkrong di Bandung, terdapat beberapa kelompok bermain yang memiliki bahasa dan cara berkomunikasi ala mereka.

Pernah dengar :
  
woles, nagreg, beuritslurbray, mangce es,  

jongjooooons, milo, kelabing, pleksoy  kamseupay

apeu, kemon, ngulon, ngetan, kalem

 nyabuga, yunani, migo, mojo
  
nyunda gres dll


Woles, kata selow yang dibalik, diambil dari kata slow (inggris) artinya pelan
Kalem, dari kata calm (inggris), artinya santaaaai
Setali tiga uang dengan kata woles, jongjooooons diserap dari bahasa Sunda juga sering dilafalkan di sela-sela perbincangan anak-anak sekarang.
Nagreg untuk aktivitas mengudap, diambil dari realita di tanjakan Nagreg dimana banyak ban2 mobil diganjal dengan kayu
Lur, dari kata dulur (sunda) yang artinya kerabat
Yunani, untuk menggantikan kata gres yang artinya bagus. Diambil dari kata Greece, negara yg kita kenal dgn nama Yunani.
Beurits, plesetan dari kata beurat (sunda)
Pleksoy, fleksibel dan asoy
Ngulon, pergi ke arah kulon (sunda)
Kamseupay, itu Kampung Sekali Uhh Payaah


Hari terakhir pake seragam SMA nih, lagi sosialisasi buat farewell party :)
Itulah potret kontemporer bahasa slang yang digunakan anak-anak muda di Indonesia, kali ini yang disorot di Bandung. Mereka menggunakannya bukan hanya untuk berkomunikasi, tapi juga untuk menghibur diri sendiri dan orang lain. Bahasa slang tidak hanya lahir dari bahasa Nasional kita, tapi juga dari bahasa daerah dalam beragam bentuk dan konteks. Walaupun, kadang memang agak kasar dan fulgar. Positifnya, bahasa daerah yang kian hari ditinggalkan, mulai digunakan kembali. Dipopulerkan dalam bentuk yang lebih ringan, tanpa maksud memperolok bahasa ibu sendiri. Hari ini, tidak asing lagi membaca beberapa tweet atau status jejaring sosial yang ditulis dalam bahasa daerah. Bahkan, di industri musik, sarat judul lagu-lagu remaja yang menggunakan bahasa daerah. Seperti penggalan lagu salah satu band indie Bandung,” Hayu dulur, kemon brader”.

Wah wah, bagaimana, sudah mulai terbuka sedikit kan wawasannya? Pesan saya sih satu, jangan salah gaul apalagi digauli :D #apasih

No comments:

Post a Comment

komentar capruk anda akan muncul setelah dimoderasi admin :)