![]() |
pict from: google
Oleh Dini N.Ehom
Departemen Pendidikan Matematika UPI
|
Menurut komunitas critical thinking, thinking is not driven by answers, but questions. Berpikir kritis lahir dari sebuah pertanyaan, bukan dari sebuah jawaban. Pertanyaan dapat mendefinisikan, mengutarakan dan menggambarkan persoalan. Sedangkan jawaban sering diartikan sebagai tanda berhentinya proses berpikir. Proses berpikir bisa berlanjut hanya jika jawaban tersebut mampu melahirkan pertanyaan yang lebih jauh lagi. Itulah kenapa, menurut komunitas critical thinking, hanya siswa yang memiliki pertanyaan, yang benar-benar berpikir dan belajar. Tentu saja kualitas pertanyaan tersebut menentukan kualitas berpikir mereka, dengan kata lain dead question reflect dead mind.
Dalam artikel The Role of Socratic Questioning in Thinking, Teaching, & Learning dikatakan bahwa terdapat hubungan yang spesial antara critical thinking dan Socratic Questioning karena keduanya memiliki tujuan akhir yang sama. Critical thinking memberikan pandangan yang komprehensif mengenai bagaimana memfungsikan pikiran (dalam menemukan makna dan kebenaran), sedangkan Socratic Questioning memanfaatkan pandangan tersebut guna menyusun pertanyaan yang esensial dalam pencarian makna dan kebenaran tersebut.
- Metode Socrates
Socrates (469-399 SM) adalah filsuf dari Athena dan merupakan generasi pertama dari tiga ahli filsafat besar Yunani, yaitu Socrates, Plato dan Aristoteles. Socrates adalah guru Plato, dan Plato pada gilirannya juga mengajar Aristoteles. Semasa hidupnya, Socrates tidak pernah meninggalkan karya tulis apapun sehingga sumber utama mengenai pemikiran Socrates berasal dari tulisan Plato dan murid-muridnya yang lain. (wikipedia.com)
Socrates memiliki gaya mengajar yang unik yaitu dengan cara bertanya tentang suatu objek dari berbagai sudut pendekatan, dan dari sana barulah ditarik kesimpulan. Dalam diskusi-diskusinya tersebut, Socrates selalu mengajak orang-orang untuk mencari pengertian yang lebih dalam serta mencari tahu mengapa mereka mengerjakannya sehingga tidak sepenuhnya mengandalkan pada pemahaman menurut Socrates saja. Gaya mengajar ini yang selanjutnya disebut sebagai metode pembelajaran Socrates. (rahmatche.wordpress.com)
Metode pembelajaran Socrates dikenal juga sebagai metode kritis atau metode dialektika. Pembelajaran dengan metode ini berisi dialog-dialog kritis (Socratic questioning) antar peserta diskusi dalam menanggapi sebuah permasalahan sehingga pada akhirnya merujuk pada suatu kesimpulan.
Metode Socrates terbagi menjadi dua macam, yaitu metode Socrates klasik dan modern. Metode Socrates klasik menggunakan pertanyaan-pertanyaan kreatif untuk mendekonstruksi ide-ide yang sudah ada dan membiarkan responden berpikir ulang tentang pernyataan utama dalam sebuah diskusi. Dekonstruksi ini akan melahirkan pertanyaan-pertanyaan atau bahkan penyangkalan dari pernyataan mereka di awal. Sehingga, hasil dari metode Socrates klasik adalah sebuah kegagalan dalam menemukan jawaban yang memuaskan. Kegagalan ini pada akhirnya akan membuat responden terinspirasi untuk menggali lebih dalam dan berpikir tentang persoalan tersebut dengan kebebasan yang baru yang diperoleh dari menghapuskan keyakinan jawaban awal. Hanya saja, kesimpulan atau jawaban yang didapat tidak dijamin benar. Dengan kata lain, metode Socrates klasik digunakan tidak untuk mencari jawaban yang benar dari pertanyaan utama. Poin utama dalam metode ini, yakni membantu responden untuk mengetahui apa yang mereka ketahui dan yang tidak mereka ketahui. Jika jawaban atau kesimpulan sudah tepat, saat itulah transisi metode Socrates klasik ke metode Socrates modern.
Selengkapnya silakan unduh di SINI. Jangan lupa mencantumkan sumber untuk menghindari plagiarisme :)
No comments:
Post a Comment
komentar capruk anda akan muncul setelah dimoderasi admin :)