Untuk ke sekian kalinya saya diundang dalam
kegiatan UPM. Kali ini penyambutan bosriv yang baru saja bergelar S.Pd.
Kelihatannya, masih sama seperti tahun lalu. Nasi kuningnya, es buahnya,
spanduk dan kursi tamunya, juga arak-arakan. Kecuali satu hal, anggota baru.
Lama tak bersua, sekre dihuni wajah-wajah rumit yang baru.
Teman sepermainan saya dulu justru tidak
menampakan batang hidungnya. Mungkin lelah selepas rafting kemarin. Padahal,
wisudawan kali ini pernah menjadi satu-satunya nama yang selalu ada tiap kali
ia bercerita.
Sendirian di sekre sambil merandom masa-masa
kebebasan dulu, membuat saya lupa “melepas sepatu”. Masuk dan keluar seenaknya
seperti di rumah sendiri. Untung saja yang memergoki adalah seorang alumni
angkatan lumayan tua. “Pada kemana?” sapanya. “Penjemputan wisudawan kang,”
saya pun menjawab seadanya. Masih kaget dengan kedatangan laki-laki yang
akhir-akhir ini saya pantau terus blognya.
Sekilas tentang Hanhan. Mahasiswa S2 ITB, yang
sewaktu S1 berkutat di Matematika UPI. Lulus dengan predikat cumlaude dari Unit Pers Mahasiswa,
katanya. Sekarang bekerja pada sebuah redaksi surat kabar lokal. Jago desain,
teliti, pintar, rakus baca (katanya), dan unik. Sebab tak langsung saya resign
dari UPM juga karena keunikan dia. Satu-satunya harapan saya bisa bertahan
adalah karena merasa ‘memiliki’ Hanhan sebagai teman senasib. Pengen banget
denger motivasi atau sepenggal kisah tentang ia, matematika dan persma.
Harapannya, saya bisa banyak belajar dari sana. Tapi ternyata, dia terlalu unik
buat diajak ngobrol. Gue sharing tentang
kesulitan gue ngadepin Purcell, dia bilang ‘Kalkulus I mah masih gampang’, gue
tunjukin karya perdana gue di Graph, dia bilang ‘Ah, itu mah saya juga bisa’.
Sampai pada akhirnya, saya menyerah -___-
he just like Mathematics Student, not UPMs member.
Oke, kembali ke TKP. Berdua di sekre, kami
terlalu sibuk dengan kegiatan masing2. Saya tengah asik dengan Dadaisme, dan
dia dengan file-file lawas di komputer. Sempat terbesit untuk memulai
pembicaraan dengan kalimat pembuka “besok aku kuis kalkulus II loh”. Tapi
karena khawatir dia menjawab “Terus gue mesti nempel tembok sambil bilang
iuuuuh?” jadi saya urungkan niat barusan. Alhasil, sekre makin seperti tak
berpenghuni.
Beberapa menit kemudian, Mely datang
dengan setumpuk pekerjaan kuliah yang belum sempat diselesaikan. “Bantuinlah,
Hom. Lu yang ngetik”. Tanpa basa-basi, langsung saya terima kesibukan itu :)
***
17.14
Ruangan seluas kamar saya di rumah itu pun
mulai sesak. Para senior mulai berdatangan seberesnya penjemputan. Yang
diwisuda masih belum datang, ada rangkaian acara yang belum selesai di jurusan,
katanya. Saya yang kini memang punya shift malam setiap hari, bersiap pamit.
Setelah berbagi tawa, rindu dan waktu, saya pun pergi meninggalkan cerita :D
No comments:
Post a Comment
komentar capruk anda akan muncul setelah dimoderasi admin :)