“Pengetahuan diperoleh dengan membaca buku-buku, tetapi yang lebih penting dipelajari ialah pengetahuan tentang dunia, yang hanya diperoleh dengan mempelajari manusia dan segala sesuatu tentang mereka.” – Lord Chesterfield, “Letters to His Son”
Kutipan tadi mengawali tulisan mengenai cerita singkat saya setelah rampung membaca buku “Membaca pikiran Orang Seperti Membaca Buku”. Perlu diluruskan sedikit bahwa terdapat hal kecil yang sangat berpengaruh pada ketertarikan seseorang ketika melihat buku ini – yaitu judul buku. Setelah membaca halaman pengantarnya, saya sudah dapat menyimpulkan bahwa buku ini mengulas tentang membaca bahasa tubuh, bukan membaca pikiran seseorang – walaupun pada hakikatnya memang berkaitan. Jadi, jelas saya merasa TERTIPU Щ(ºДºщ) . Tadinya saya pikir di dalamnya akan tertulis beberapa mantra yang membuat penerawangan saya lebih tajam, khususnya dalam menerawang mindset orang, ternyata Enggak! Terus ngapain saya beli! Tapi akhirnya dibaca juga.
Terlepas dari judul, mari beranjak ke isi. Buku ini mengulas berbagai macam komunikasi nonverbal - bahasa tubuh - yang ternyata memang spontan dilakukan dan menyiratkan arti masing-masing. Dari mulai cara orang mengedipkan mata, tersenyum, duduk, berdiri, berjalan, berjabat tangan, bersiul, dan hal kecil lainnya seperti menurunkan alis atau mengernyitkan dahi. Beberapa diantara kalian pasti ada yang mengaku tahu bahkan mengerti masing-masing arti dari isyarat tersebut. Tetapi, apakah kalian yakin apa yang ditafsirkan itu benar? Atau jangan-jangan justru berkebalikan dengan arti sesungguhnya? (ingin sekali melihat kemana jari anda melayang ketika menjawab pertanyaan ini atau bagaimana keadaan pupil mata anda saat itu ◠‿◠)
“Ia mengedipkan matanya, melangkah dengan kaki-kakinya, dan mengajar dengan jemarinya; namun tidaklah mudah mengetahui isi hatinya.” Porverbs 6: 13-14
Dari kutipan di atas menyiratkan bawa membaca pikiran orang dengan memerhatikan bahasa tubuhnya bukanlah hal yang mudah. Namun, buku ini menawarkan solusinya.
Bahasa tubuh yang paling tidak kontroversial dari semua komunikasi nonverbal yang ada adalah ekspresi wajah. Dan kita lebih sering memusatkan pandangan ke arah wajah, khususnya mata, karena dari situlah ekspresi yang lebih luas dapat dengan jelas terlihat. Saya yakin, hampir semua orang pernah menghadapi tatapan mematikan, tatapan menggoda, tatapan iblis, maupun tatapan kosong sekalipun.
“Mata seseorang berbicara banyak hal seperti lidah, keuntungannya adalah bahasa mata tidak membutuhkan kamus, namun bisa dipahami di seluruh dunia.” – Ralph Waldo Emerson
Masih terpusat pada bagian wajah, cara orang tersenyum juga menyiratkan banyak hal. Bocoran kecil saya dapat dari hasil penelitian para ahli di Inggris yang tercatat di buku ini, bahwa dari 80 ekspresi wajah ada sembilan senyum yang berbeda. Tiga diantaranya - yang juga merupakan senyum yang sangat umum - yaitu: senyum sederhana, senyum simpul dan senyum lebar. Ketiganya diurutkan berdasarkan tingkatan rasa senang yang dirasa. Namun, ternyata senyuman tidak selalu diasosiasikan dengan ungkapan bahagia. Dr. Ewan Grant dari Brimingham university menjuluki ‘senyum palsu’ tersebut dengan sebutan ‘senyum oblong’. Nama ini digunakan untuk kategori senyuman yang cenderung dipakai oleh sebagian besar dari kita ketika hendak bersikap sopan, berpura-pura tertarik, atau menghargai lelucon orang lain. Tentu saja, tidak ada arti yang mendalam dari senyum ini (¬_¬)
“Waspadalah terhadap senyum oblong” - Dr. Ewan Grant dari Birmingham University.
“Seseorang bisa tersenyum, terus tersenyum dan akhirnya menjadi penipu.” Shakespeare.
Ketika membaca buku ini, satu hal yang paling menarik bagi saya adalah selain dapat mengenali karakter orang, saya belajar bagaimana mengenali diri sendiri. Apa yang biasa saya lakukan, sebab dan akibat saya melakukannya, serta bagaimana nilai saya di mata mereka.
“Ini adalah nilai luhur manusia untuk mengetahui bagian dari diri kita sendiri dan proporsi keseluruhan yang menakjubkan.” – Samuel taylor Coleridge, “Religius Musings”
“Beberapa individu – karena pemalu – cenderung menghindari kontak mata atau menguranginya seminimal mungkin. Orang-orang seperti ini kemungkinan adalah orang-orang paling jujur, tulus dan penuh dedikasi. Bagaimanapun juga, setiap mereka gagal mengenali orang lain, secara tidak sengaja mereka menyampaikan keraguan dan kemungkinan berbohong.”
Yang tadi itu gue banget meeeen (>˛<)
“Ah, memangnya apa yang berani dilakukan manusia! Memangnya apa yang mungkin dilakukan manusia! Apa sih yang biasa dilakukan manusia, tapi mereka tidak tahu apa yang dilakukannya. ” Shakespeare, “Much A do about Nothing. TAMAT :)
No comments:
Post a Comment
komentar capruk anda akan muncul setelah dimoderasi admin :)